CINTA BUAT ASTUTI
Astuti, cewek manis berperawakan
tinggi semampai, dengan jilbab yang tak pernah lepas dari kepalanya serta
senyum lembut yang selalu menghiasi bibirnya. Namun siapa sangka Astuti
terkenal garang dengan makhluk yang namanya cowok. Apabila ada yang menggoda
cewek ini di pinggir jalan dia selalu memasang tampang yang judes dan bete
abis. Tak jarang dia menimpuk batu cowok-cowok yang suka nongkrong di pinggir
jalan hanya karena bersuit-suit menggoda. Aduh..pokoknya ada ada saja hal-hal
yang dilakukannya sebagai protes ketidaksukaannya pada cowok yang suka jahil
padanya.
Termasuk salah satu teman sekelasnya
yang selalu menggodanya setiap hari. Cowok usil, begitu Astuti menamai cowok
itu dalam hati. Setiap hari ada saja hal-hal yang dibuatnya untuk membuat
Astuti jengkel. Kalau meminjam sesuatu, pasti dikembalikan dalam kedaaan yang
tidak OK lagi. Kalau meminjam penggaris Selalu pulang dalam kedaan patah
menjadi dua. Kalau meminjam penghapus pensil, selalu dikembalikan dengan
tulisan I♥U. Kalau ada guru yang memberi kesempatan pada siswa untuk memberikan
tanggapan pada materi pelajaran, selalu dia nyeletuk “Astuti Buuu”.
Astuti merasa
keki habis, setiap hari dikerjain seperti itu oleh Satria. Ekspresi tak suka
selalu dia perlihatkan setiap kali Astuti bertemu pandang dengannya. Tak Jarang
kegenitan Satria membuat hari-hari Astuti seperti di neraka. Kenapa sih ada lo
di kelas inis?. Apa ga ada yang lebih Ganteng gitu? Apa ga ada yang lebih
simpatik caranya berteman? Rutuk Astuti dalam hati. Dia tidak mau terlibat dengan apapun yang
berkaitan dengan Satria. Tapi ia merasa seperti mendapat kutukan. Setiap ada
tugas kelompok, Satria selalu berada di kelompoknya, setiap ada praktikum
biologi, Satria selalu menjadi anggota kelompoknya.
“Ya..Ampun..
apa sih salah dan dosaku?”, keluh Astuti pada teman sebangkunya, Vena. “Masak
kelompok studi wisata gue juga satu kelompok sama kunyuk itu? Bosan tau Ven,
dijahilin melulu. Ngidam apa kali emaknya, hingga gue jadi sasaran melulu”
“Lo nya aja
yang telmi, masak lu ga ngerti juga kalo Satria naksir sama lo?” Setengah mati Astuti membelalak mendengar apa yang dibilang sahabatnya.
“Masak naksir begitu Ven, babak belur gue dikerjain”, sembur Astuti tak habis
pikIr akan dugaan sahabatnya itu.
“Ya, namanya
juga cari perhatian. Lain kepala lain isinya kan Neng,’ jawab Vena santai. Cara
seseorang untuk menarik perhatian kan beda-beda”.
“Ah Lunya aja
kali yang lagi telmi. Dimana-mana, orang yang lagi jatuh
cinta tuh, ya ngirim bunga, sms mesra, ngasih coklat berbentuk hati, ngucapin
selamat pagi, dan hal –hal lain yang romantis gitu. Bukannya kayak Kunyuk satu
itu, tiap hari kerjanya bikin gue bete setengah mati,’’ Astuti tak mau kalah,
tetap bertahan sama argumennya.
“ Udah,udah…
mana pernah ada sejarahnya sih, gue menang debat ama lo?”. Kata Vena berusaha menutup pem,bicaraan. “Mending ngomongin hal lain yang
bikin otak seger abis belajar fisika yang gurunya gualak minta ampun.
Sudah seminggu sejak obrolannya
dengan Vena, Astuti merasakan rasa tenang dan aman dari gannguan. Pasalnya Satria tidak masuk
sekolah karena sedang mengikuti orangtuanya pulang keluar Jawa. Tak henti-henti
ia bersyukur dalam hati karena Satria tidak masuk sekolah. “Yang lama dong
mudiknya” pintanya dalam hati.
Tepat seminggu
Astuti tidak bertemu dengan Satria. Kabar yang terdengar selanjutnya adalah
bahwa Satria sedang dirawat di rumah sakit. Walaupun dengan sedikit
ketidakrelaan, Astuti ikut juga rombongan yang akan menjenguk Satria di rumah
sakit. Ah, nanti juga sembuh, pikirnya. Di perjalanan menuju rumah sakit,
Astuti mendengar berita yang membuatnya terkejut. Ternyata Satria sakit
Leukimia, yang sudah diidapnya sejak empat tahun yang lalu. Sekarang untuk
kesekian kalinya Satria harus dirawat di rumah sakit karena kecapaian pulang
dari Palembang. Oh, parah juga rupanya sakit si Kunyuk itu”, kata Astuti dalam
hati.
Sampai di rumah
sakit, kejutan lagi yang didapatkan oleh Astuti. Ia bertemu dengan ayahnya di
sana. Ternyata Satria adalah anak Bos ayahnya. Duh, sempit amat sih dunia?
Masih merutuk. Masih takjub karena apa yang terjadi, tiba tiba terdengar
jeritan tangis dari dalam ruang perawatan satria. Kami semua yang berada di
luar ruangan segera menghambur masuk untuuk mengetahui apa yang terjadi.
Sebuah
pemandangan yang sangat memilukan. Mamanya Satria memeluk Tubuh Satria yang
sudah sangat kurus, wajahnya sangat pucat seolah sudah tak ada sinar kehidupan
lagi. Ternyata Satria sudah meninggal.
Tiba-tiba
terbayang di depan mata Astuti semua tingkah laku Satria yang selama ini
terhadapnya. Rasa kehilangan selama dua minggu ini ternyata dijawab oleh fakta
yang sangat menyedihkan. Ya, Astuti merindukan semua keisengan yang dilakukan Satria padanya setiap
hari di kelas. Semula ia tak menyadari bahwa itu semua berarti, tapi setelah
Satria pergi. Ternyata rasa cinta tak selalu terungkap dalam bentuk romantisme
yang indah-indah saja. Bahkan rasa sayangnya untuk satriapun selama ini
tertutup oleh rasa jengkel karena keisengan satria.
Airmata Astuti
mengalir deras di suatu senja ketika dia sengaja datang ke makam Satria untuk
mengakui semuanya. Dia duduk depan pusara yang masih merah tanahnya. “Padahal
Satria, masih banyak yang ingin aku ungkapkan padamu, masih banyak waktu untuk
kita menulis cerita, tapi ternyata aku salah sangka. Seandainya aku bisa
memutar waktu untuk kembali ke hari-hari kemarin. Tentu tak akan sama hari-hari
yang Sudah berlalu. Tentu akan lebih manis pena diary itu menggoreskan tinta
kenangan yang menggema di jiwa. Satriaku,... selamat jalan..............
No comments:
Post a Comment