Monday, April 25, 2016

Best Practise

GURU ADALAH MOTIVATOR

Suatu hari aku mengajar di kelas 9 pada pelajaran jam terakhir.  Kompetensi dasar yang aku ajarkan adalah keterampilan berbicara, yaitu praktik berpidato. Pertemuan sebelumnya sudah membahas bagaimana cara berpidato, teknik, dan hal hal yang perlu diperhatikan dalam berpidato. Seharusnya pertemuan hari ini tinggal praktik berpidato dengan cara maju satu satu ke depan kelas untuk berpidato dengan teks yang sudah dibuat oleh siswa sebelumnya.
Hal hal yang dinilai dalam berpidato juga sudah aku sampaikan kepada siswa, contoh berpidato dari youtube juga sudah kuputarkan untuk mereka. Aku menawarkan terlebih dahulu siapa yang sudah siap dan ingin berpraktik lebih dulu dari yang lain.

Detik detik kusabar menanti, aku berharap ada yang ingin membacakan pidatonya duluan. Beberapa menit berlalu, akhirnya aku memulai memanggil nama mereka satu persatu untuk maju ke depan kelas. Nama yang pertama aku panggil menyatakan belum siap, nama kedua yang aku panggil juga sama. Seterusnya aku menyebut satu demi satu semua menyatakan belum siap ke depan kelas untuk berpraktik pidato. Ketika aku tanya mengapa, rata rata jawabannya adalah malu. Beberapa diantara mereka menjawab belum siap.

Aku sejenak terdiam. Apa yang kurang dari pembelajaran yang kulakukan dalam kompetensi dasar ini? Ketika mengajarkan kompetensi sebelumnya yaitu menulis teks pidato, mereka rata rata mencapai ketuntasan. Tagihan yang kuberikan yaitu berupa naskah pidato pun sudah berhasil mereka kerjakan. Sementara pada pertemuan ini, mereka hanya membutuhkan keberanian dan mental untuk maju ke depan kelas dan membacakan teks yang dibuatnya sebelumnya yang juga sudah keberikan sebelumnya.

Penilaian naskah pidato berjalan lancar. Semua berhasil menyusun sebuah naskah pidato. Tetapi apa yang kudapati hari ini? Ketika tiba waktunya mereka harus menyampaikan pidato, yang notabene hanya membacakan naskahnya di depan kelas. Tetapi Tak ada satupun siswa di kelas ini yang maju ke depan kelas untuk melakukan praktik berpidato. Ada apa gerangan?

Setelah beberapa menit merenung sambil memberikan waktu untuk mereka mempersiapkan diri untuk maju ke depan kelas dan berpidato, akhirnya aku berdiri dari tempat dudukku, dan melangkah ke depan kelas serta memulai sebuah pidato motivasi.

Beberapa detik kubiarkan siswa hening menatapku yang tengah berdiri di depan kelas bagian tengah. Aku tersenyum. Selanjutnya aku mengatakan:
Anak anakku, dalam kehidupan ini, kita akan selalu menemui dan menghadapi cobaan atau ujian. Setelah kita diuji kita akan mengalami peningkatan kualitas. Apakah kita bisa tiba tiba naik kelas tanpa ikut ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan kenaikan kelas? Serampak mereka menjawab "tidakkkk"
Ok. Aku sudah mulai mendapat perhatian. Aku melanjutkan kelas motivasiku.
Anak anak ibu yang ibu cintai, ketika kita menghadapi ujian, yang harus kita lakukan adalah menghadapi ujian tersebut. Masalah hasilnya bagaimana itu tergantung usaha kita untuk mempersiapkan diri dalam mengikuti ujian tersebut. Ketika ada masalah menghadang di depan kita, kita harus menghadapinya, bukan malah menghindarinya. Kita tidak boleh lari dari kenyataan, itu namanya pengecut. Tahu kan artinya pengecut? Kalian sering menyebutnya dengan istilah "cemen". Hm, apakah ada diantara kalian yang mau disebut cemen? Chicken? Pengecut?
Terdengar jawaban yang keras dari belakang.
"TIDAK BU...".

Mendengar jawaban tersebut tanpa kata aku mengajukan dua jempolku ke atas. Selama beberapa detik kubiarkan senyap.
"Itu sungguh yang ibu inginkan. Anak anak ibu bukan anak yang lari dari masalah, anak anak ibu adalah pribadi yang siap untuk memperjuangkan masa depannya, anak anak yang mengalahkan rasa malu, yang berani memunculkan diri dan berani maju untuk praktik pidato".

Aku terus berbicara untuk menggugah mental mereka. Aku menatap wajah wajah lugu yang tertegun menatap wajahku. Aku meneruskan:
"Seperti yang selalu ibu sampaikan ya Nak, semua yang duduk dan mengikuti pelajaran ibu bisa menulis naskah pidato. Ibu yakin semua yang berada disini bisa berpidato. Semua mampu berdiri dan memperjuangkan kualitas kalian sendiri. Kualitas kalian yang akan tertuang di buku penilaian ibu yang berupa angka angka itu bukan satu satunya tujuan kalian belajar disini bersama ibu. Tujuan utama dari pembelajaran ini adalah keterampilan kalian, performance kalian dalam berpidato. Semuanya bisa, sekali lagi ibu katakan, semuanya bisa tanpa terkecuali. Saya percaya ada sesuatu yang tersimpan di dada dan kepala kalian untuk diungkapkan. Kalian pasti bisa.
Aku baru membuka mulut lagi untuk menyalakan api prestasi di dada murid murid di kelasku, tetapi sebuah tangan mengacungkan jarinya. Dia berkata, "saya sudah siap Bu".
Aku sumringah, mengacungkan jempol dan berkata, "berikan tepuk tangan untuk teman kalian yang berhasil mengalahkan rasa malu dan rasa tidak percaya diri". Tepuk tangan yang riuh mengiringi langkah siswa yang menyatakan diri untuk maju ke depan kelas untuk praktik berpidato.

Setelah siswa pertama selesai berpidato, disusul oleh siswa yang lain satu demi satu dengan segala keunikannya. Bahkan ada yang sempat berpidato sambil menangis karena sangat menghayati apa yang disampaikannya, karena memang pidatonya adalah pidato perpisahan.

Detik dan menit berlalu dengan cepat, hampir limapuluh persen siswa telah maju untuk berpidato. Ternyata, satu hal yang menjadi halangan bagi mereka adalah mental yang kurang percaya diri, malu, grogi, dan sebagainya.

Hal tersebut mungkin disebabkan karena kita kurang memberi motivasi untuk mereka, kurang mempercayai mereka bahwa mereka semua bisa berpidato (berbicara) dengan baik. Kita kurang memuji dan menjembatani mereka untuk menyeberang dari rasa kurang percaya diri menjadi penuh percaya diri. Kadang mungkin kita hanya sekedar mengatakan "ayo maju, jangan malu" dan titik, tanpa disertai dengan kalimat motivatif yang mengangkat mental mereka sehingga siap untuk berproses dan melewati kendala belajarnya.

Guru harus bisa memberi motivasi. Hal tersebut bagi saya mutlak diperlukan. Kalau tidak, bukan tidak mungkin kita akan menemui siswa yang tidak berani berbicara, tidak berani bertanya atau tidak berani mengungkapkan pendapat atau katerampilan lain yang menuntut keberanian.


Salah satu cara memotivasi siswa untuk mau berkonsentrasi terhadap materi yang kita ajarkan adalah menjelaskan kegunaannya di dunia nyata. Menguraikan keuntungan siswa apabila dia berhasil menguasai kompetensi yang kita ajarkan dengan mengaitkan keterampilan dengan dunia nyata. Apabila mereka bisa menulis puisi maka mereka akan berpotensi untuk menjadi seorang penyair, kemudian kita sertai dengan uraian mengenai kehidupan seorang penyair. Apabila mereka pandai dalam melaporkan secara lisan maka mereka bisa bekerja menjadi reporter atau jurnalis di televisi.  Berbagai kompetensi dasar pasti bisa kita jelaskan apa kegunaannya di dunia nyata.

Memotivasi murid bukan hal yang mudah tetapi bukan pula hal yang sulit dilakukan. Intonasi kalimat yang tepat, volume yang bervariasi,  tempo yang akurat serta gerakan tangan atau ekspresi yang mendukung kalimat kalimat motivasi yang kita lakukan, bisa menghipnotis siswa, meyakinkan siswa, bahwa dia mampu, bahwa dia bisa.
Selamat memotivasi!!!
Parungpanjang, januari 2016







No comments: