Friday, June 10, 2016

cerpen



CINTA DI UJUNG JALAN
Oleh: EndangSetiyaningsih

Pernikahan adalah perpaduan dua hati, menjadi sebuah rasa penuh harmoni karena harus menyejajarkan langkah dua pasang kaki yang berbeda. Ayunan langkah harus bergerak kompak dan saling mendukung sehingga perjalanan terasa nyaman dari awal sampai akhir, dalam suka maupun duka. Kedua insan harus mempunyai satu visi dalam memandang kehidupan. Kalau tidak, bukan tidak mungkin ayunan langkah tak seirama lagi, kesejajaran tiada lagi dan berjalan masing masing atau bahkan saling mendahului.

Ayunan langkah yang tak sejalan lagi, itulah yang dialami oleh Narendra. Dia tiba tiba mendapati dirinya berada di ujung jalan. Kisah cinta antara dia dan Arini tak semanis dulu. Hari demi hari suasana semakin hambar. Tak ada rasa rindu, bahkan kalau perlu saling menghindari satu sama lain. Kalau sudah seperti ini, apa yang harus dipertahankan lagi.

Semua berawal dari rasa cemburu. Sebuah rasa yang mewakili cinta. Namun sungguh dia tak pernah menyangka, sesuatu yang disebabkan oleh cinta akan menyebabkan sebaliknya. Mungkin tak banyak orang yang memiliki kisah seperti dirinya. Ya, semua diawali dengan kecemburuan Arin pada satu rekan kerjanya di kantor. Nina memang seorang gadis yang biasa saja, secara fisik, Arin jauh lebih segalanya daripada Nina.

Nina adalah seorang gadis yang berpenampilan sederhana. Kecerdasannya pun tidak bisa dibanggakan dengan Arin yang brillian menurut Narendra. Nina tak pernah menyembunyikan rasa sukanya pada Narendra, walaupun dia tahu bahwa Narendra bukan seorang single lagi. Namun sepertinya Nina tidak peduli. Dia memberi perhatian yang lebih pada Narendra dari hanya sekedar rekan kerja. Perhatian-perhatian kecil yang pasti akan disukai oleh seorang laki laki.

Narendra sendiri tidak menganggap perhatian Nina sebagai sesuatu yang luar biasa. Dia tak menyangka hal tersebut yang akan menjadi sumber dari kehancuran rumah tangganya. Perhatian yang ditunjukkan Nina tak hanya ketika ditempat kerja saja, tetapi juga sampai di rumah. Sms-sms yang berisi perhatian seperti pertanyaan sudah makan belum, sudah sholatkah? Dan berpuluh puluh sms lainnya yang seringkali membuatnya terganggu karena harus sigap menghapusnya takut dibaca oleh Arin, istrinya.

Kejadian selanjutnya adalah ketika Narendra ulang tahun yang ke 40 tahun, Nina datang ke rumah Narendra dengan membawa kado. Sebuah jaket kulit disertai sebuah tulisan yang membuat Arin bertanya dengan wajah serius, api cemburu sudah memulai menyala.
"Siapa Nina"
"Teman kantor Sayang" jawab Narendra
"Teman spesialkah dia hingga dia memberimu jaket kulit dengan tulisan yang penuh perhatian. "Semoga melindungimu dari panas dan hujan, apakah itu tidak berlebihan"? Nada suara Arin mulai meninggi.
"Aku juga tidak tahu, Sayang kenapa dia menulis seperti itu" jawab Narendra mengambil kertas ucapan yang dipegang Arin.
"Ayah tidak bermain di belakangku kan?”
"Ah kamu nih ada ada sayang", kata Narendra sambil memeluk Arin dari belakang. Tetapi Arin perlahan melepas pelukan Narendra dengan halus. Wajahnya masih menyimpan tanda tanya. Penghindaran yang sangat dirasakan oleh Narendra karena Arin tidak pernah bersikap seperti itu padanya sebelumnya. Dalam hati dia juga merasa resah, untuk apa Nina menuliskan kata-kata seperti itu di kado ulang tahunnya.

Minggu minggu berikurnya berlalu dengan hambar. Masih dengan sikap sikap yang sama. Selalu menghindar setiap kali Narendra mendekatinya. Arin tenggelam dalam kesibukan mengurus yayasan pendidikan yang dikelolanya. Dia mengikuti lomba penelitian sekolah yang diadakan oleh dinas yang terkait dengan dunianya. Tak sedikit piala yang ia bawa pulang dan menghias lemari di ruang tamu rumah mereka.

Arin memang sosok perempuan yang cerdas, cantik dan berprestasi. Banyak piala menghiasi lemari karena kemenangan kemenangannya dalam berbagai lomba. Arin juga sosok yang memiliki jiwa sosial yang sangat tinggi. Dia sibuk dengan yayasan yang didirikannya 8 tahun yang lalu. Ambisinya untuk menunjukkan eksistensi sangat menyibukkan dirinya. Keinginannya untuk memajukan yayasan pendidikan yang dia dirikan juga mengharuskannya untuk melakukan lobby-lobby dan pengiriman proposal bantuan maupun sponsorship untuk yayasannya.

Arin sangat luwes dalam bergaul sehingga dia mempunyai koneksi banyak sekali. Kemampuannya berbicara dan bernegosiasi membuatnya mempunyai link yang luar biasa. Kevokalannya dalam berorganisasi seringkali membuat Narendra merasa kurang percaya diri ketika berhadapan dengan Arin. Walaupun mereka memiliki latar pendidikan yang sama tetapi entah mengapa, kadang Narendra merasa kurang sebanding dengan Arin.
Rasa kurang percaya dirinya tersebut semakin bertambah ketika Arin melanjutkan studinya ke S2 di perguruan tinggi ternama di Jakarta. Waktu Arin minta izin untuk melanjutkan pendidikannya, Narendra mengizinkannya tanpa berpikir panjang, apa akibatnya bagi psikologis dirinya sendiri. Tetapi dia berusaha menetralisir perasaannya sendiri.

Hari sudah larut ketika Narendra pulang dari kantor. Ada yang harus dikerjakannya seusai pulang kantor sehingga ia harus lembur dan pulang larut malam. Dia membuka pintu rumah dengan menggunakan kunci yang selalu dia bawa, tetapi pintu tidak bisa dibuka karena mungkin ada kunci tergantung di sisi dalam pintu depan rumahnya. Akhirnya dia mengetuk-ngetuk pintu dan mengucapkan salam berkali kali.

Setelah beberapa saat, Arin membukakan pintu, dia membuka pintu dengan menunduk dan masih memakai mukena. Wajahnya terlihat menghindar dari pandangan Narendra. Narendra merasa ada yang aneh dengan istrinya dan kemudian bertanya
"Kamu kenapa sayang?” Arin hanya menggelengkan kepalanya.
"Kamu menangis?”
Sejurus kemudian, Aris menatap mata Narendra. Di matanya ada kemarahan yang amat sangat. Dia sudah tidak sanggup lagi menahan apa yang selama ini disimpan di hati. Dengan mata merah dia berkata,
"Papa mau nikah lagi sama Nina?"
Narendra terperanjat setengah mati mendengar pertanyaan istrinya.
"Mama jangan becanda ah malam begini".
"Aku tidak bercanda, Nina tadi sore datang ke rumah dan menceritakan semuanya".
"Menceritakan apa Sayang"? Tanya Narendra semakin bingung.
"Bahwa kalian... Bahwa kalian... "., tangis Arin pecah. Dia tersedu sedu, nafasnya sesak. Narendra semakin kebingungan, dia berusaha memeluk Arin tetapi segera dikibaskan oleh wanita itu. Sambil mencengkeramkan tangannya Narendra mendengarkan penjelasan Arin bahwa Nina datang ke rumah dan mengatakan bahwa Nina akan segera menjadi istri kedua Narendra, bahwa dia akan bersedia menerima segala konsekuensinya sebagai istri kedua yang tidak memiliki buku nikah dari catatan sipil, tidak akan mendominasi waktu dan tidak akan menuntut materi kepada Narendra. Dalam diam Narendra sibuk mencerna uraian Arin yang menceritakan semuanya dengan berurai airmata.

Narendra merenung di teras rumahnya sambil merokok berbatang-batang dan berjam -jam disana. Dia tidak berhasil menenangkan istrinya yang tengah dibakar api cemburu. Arin kalap dan berlari ke kamar serta mengunci pintu dari dalam. Narendra geram memikirkan apa maksud perempuan yang bernama Nina itu. Antara dirinya dan Nina tidak ada hubungan spesial terkecuali hanya Nina yang memang sengaja menunjukkan bahwa dia mempunyai perasaan khusus terhadap Narendra. Selama ini Narendra tidak pernah ambil pusing dengan sikap dan tingkah lalu Nina yang selalu berusaha mencuri perhatiannya. Termasuk kebiasaan Nina membawa bekal makan siang untuk Narendra setiap hari.
            Perempuan bernama Nina itu berwajah biasa saja. Tubuhnya kecil dan kurus, bukan idaman lelaki. Bukan tipe wanita yang disukai Narendra. Nina adalah wanita yang pendiam, penurut dan sangat menghormatinya. Apalagi sikapnya terhadap Narendra, sangat menghargai. Tipikal wanita yang penurut dan sangat mengabdi pada suami.
Karakter Nina sangat berbeda dengan Arin. Keduanya bertolak belakang. Arin cantik cerdas dan pandai berargumentasi, sedangkan Nina kalem, lembut dan penurut. Tetapi justeru hal tersebut yang tak bisa habia dimengerti oleh Narendra. Bagaimana mungkin Nina bisa mengarang cerita begitu dahsyatnya kepada Arin? Bohong pula. Tak sadar Narendra memupus puntung rokoknya dan menekan nekan ujungnya ke asbak sehingga hancur. Dia marah.
Ketika esok hari tiba, Narendra segera melesat ke sekolah untuk meminta klarifikasi kepada Nina. Apa maksudnya harus mengarang cerita bohong ke Arin. Apakah dia hanya bercanda atau sedang mengerjai dirinya, atau apa? Berpuluh kemungkinan telah Narendra pikirkan, tetapi dia akan mencari kepastiannya sekarang.

Setelah menyeret Nina menuju tempat yang agak sepi untuk diajaknya bicara, Narendra segera menumpahkan kegeraman dan kemarahannya pada Nina. Sambil gemetar dia mencengkeram lengan Nina dan berkata
"Apa maksudmu Nina?”
"Aapaa maksudmu?”  jawab Nina karena sambil meringis kesakitan.
"Tak usah banyak mungkir, mengapa kau tega menyampaikan hal hal buruk pada istriku? Narendra akhirnya melepaskan cengkeraman tangannya karena kasihan melihat ekspresi wajah Nina.
"Katakan Nin, apa kau senang jika rumah tanggaku hancur hanya karena fitnahmu yang keji tentang hubungan kita? Apakah kau tega melihat anak-anakku mengalami trauma atas perceraian orangtuanya? Apakah kau tidak berfikir dulu mengenai hal hal yang kamu katakan pada istriku? Jawab pertanyaanku!”, amarah nya mulai memuncak.

Sementara itu Nina tertunduk lesu. Wajahnya menyimpan mendung bergayut siap menumpahkan butir-butir air mata. Sambil menyeka embun di pelupuk matanya dia mengumpulkan keberaniannya untuk menghadapi amarah lelaki itu. Lelaki yang sangat dicintainya. Dengan tersendat dia berkata, "Karena aku ingin menikah denganmu Narendra"
Bagaikan disambar petir Narendra shock mendengar jawaban Nina.
“Apa kau sudah gila”?
“Aku bukan gila, aku hanya mencinta”.
“Tapi aku tak mencintaimu”.
“Tapi aku mencintaimu”.
Narendra semakin marah dengan jawaban Nina. Dia berbalik dan meninggalkan Nina sendirian. Dia berjalan cepat sambil terus mengepalkan tangannya. Kalau Nina bukan perempuan mungkin sudah dihajrnya habis habisan.
"Endraaa...." teriakan Nina terus membuntutinya di belakang sampai ke ruang guru. Begitu Narendra berhasil mengambil tas dan jacketnya dan siap melangkah keluar dari ruang kantor.
"Bapak harus menikahi saya" Ucap perempuan itu tegas dan pasti.
Langkah Narendra terhenti. Suara Nina jelas dan keras. Mata Narendra menyapu seluruh ruang guru. Semua mata tertuju kepadanya, seperti adegan film. Semua terkejut, tercengang dan tak bergerak menunggu kejadian selanjutnya. Semakin kacau pikirannya, Narendra tetap melangkah keluar dan menuju mobilnya. Dia melesat pergi dari
Dia pergi untuk melarikan diri dari kekalutannya. Entah kemana dia menuju.

Berminggu minggu setelahnya Narendra harus mengalami kenyataan pahit di dalam rumahtangganya.  Istrinya terus menghindar dan tak mau memaafkannya. Istrinya masih mau menyiapkan makanan dan bajunya tetapi untuk urusan kebutuhan biologis, dia tak pernah mendapatkannya. Sudah tiga bulan dia merasa putus asa dalam memberi pengertian isterinya tentang Nina, bahkan Narendra sudah meminta maaf walaupun dia merasa tidak bersalah. Tetapi Narendra benar benar tak sanggup meluluhkan hati istrinya. Perempuan yang terluka bisa menjelma menjadi harimau betina yang lapar, ganas dan siap memangsa siapa saja.

Bagaikan rumput kering Narendra melewati hari harinya tanpa perhatian dari Arin. Sementara Nina masih tetap saja memberikan perhatiannya dengan makan siang yang dibawanya dari rumah. Konsisten dan tetap memperjuangkan cintanya. Setiap jam amakn siang, selalu ada bekal untuk Narendra. Pada awalnya Narendra biasa saja dan menerima makanan itu sebagai bentuk penghargaan atas pemberian orang lain. Tetapi semakin lama, dalam kekosongan hatinya, ia seperti memperoleh pelarian. Kekalutannya tak mampu mempertahankan logika. Justeru Narendra merasa dibutuhkan dan dihargai oleh seorang perempuan. Lelaki mana yang tahan menerima perlakuan lembut dari seorang wanita, pengabdian dan bakti tulus.

Seperti siang itu, dia memperhatikan Nina yang sedang menyiapkan perbekalan makan siangnya untuk Narendra. Perempuan itu tak banyak bicara, dia menyampaikan sikap dan isi hatinya dengan perbuatan dan perhatian. Ada rasa bangga yang muncul di hati Narendra diperlakukan demikian oleh seorang perempuan.
Dia dikejutkan oleh teguran Nina,
"Kok melamun?"
"Eh .. Eng Engga" Narendra tergagap
"Nih, makanannya"
Narendra menerima sepiring nasi yang disiapkan oleh Nina.
"Nanti kuantar pulang ya?"
"Iya..." mata Nina berbinar. Ada bahagia disana. Dia memakan makan siangnya dengan cepat tapi tak banyak kata. Hal itu merupakan perhatian Narendra yang diberikan padanya untuk pertama kali.
Sepulang sekolah Narendra mengantar Nina pulang. Sepanjang perjalanan Nina tampak ceria menceritakan segala sesuatu yang terkait dengan kehidupannya. Termasuk keinginannya untuk segera menikah. Tak sungkan Nina menyatakan akan siap mengabdi untuk menjadi istri kedua Narendra. Bahwa dia siap dinomorduakan segalanya, waktu, materi, dan cinta. Nina siap menerima perlakuan Narendra tanpa syarat. "Itulah cinta", ucapnya mengakhiri angan dan harapannya.

Sementara Narendra sibuk mencerna jalan pikiran perempuan yang duduk di sebelahnya. Walau ia tak habis pikir akhirnya menyelami hati Arin yang sama sekali tak mampu menerima hati yang mendua, sebaliknya Nina, perempuan yang benar benar menerima polygami tanpa syarat.  hanya karena cinta. Sore itu, diberanda rumah Nina yang sepi, sebuah hati yang merindu menemu harapan palsu. Sebuah pelarian dari seorang lelaki yang tak sanggup menahan beban dan penolakan dari istrinya sendiri. "Maafkan aku Arin".
Hari berlalu, kerinduan Narendra terhadap Arin terobati oleh kehadiran Nina. Logika sudah ditinggalkannya dengan kebahagiaan melanggar dosa. Setan berjingkrak dan bertepuk tangan menyaksikan tiga insan terbelenggu rasa. Arin dengan rasa marah dan cemburu, Nina dengan cinta yang membutakan, dan Narendra yang menjadi korban keadaan, pun kebutuhan. Cinta sungguh bisa dijadikan oleh setan menjadi pesona yang luar biasa untuk merayu manusia. Cinta dia bisikkan sebagai alibi atas keruhnya perselingkuhan antara lelaki dan perempuan yang bukan pasangan halalnya.
Arin semakin terpuruk secara batin tetapi semakin cemerlang dalam karir. Dia berhasil membawa resahnya menjadi hal yang positif. Energinya fokus pada keinginan untuk memajukan yayasan dan prestasinya. Arin makin bersinar tapi alangkah ironisnya, cahayanya semakin menyilaukan Narendra. Hal yang semakin menjadi pembenaran untuk Narendra atas pilihannya untuk menduakan Arin. Nina adalah perempuan yang sanggup membuatnya merasa berharga. Pengabdian tulusnya, tak banyak menuntut dan mencirikan kelemahan yang membuat lelaki merasa menjadi hero dan merasa dibutuhkan.
Jangan salahkan siapa-siapa ketika keadaan semakin salah dan tidak pada tempatnya. Narendra asyik dengan kebanggaanya sebagai lelaki, Nina dibutakan oleh cinta sehingga tak peduli yang yang tersakiti olehnya dan Arin yang terpuruk merasa gagal mempertahankan suaminya. Siapa yang menyangka bahwa kelebihan seorang perempuan bisa menjadikan seorang lelaki memilih perempuan lain yang biasa, diam dan penurut?

(Bersambung)

2 comments:

Desi Diana said...

Cerita yang luar Biasa Bu endang

endset said...

Makasih bu desi...