CINTA
DI UJUNG JALAN
Oleh:
EndangSetiyaningsih
Pernikahan adalah perpaduan dua hati,
menjadi sebuah rasa penuh harmoni karena harus menyejajarkan langkah dua pasang
kaki yang berbeda. Ayunan langkah harus bergerak kompak dan saling mendukung
sehingga perjalanan terasa nyaman dari awal sampai akhir, dalam suka maupun
duka. Kedua insan harus mempunyai satu visi dalam memandang kehidupan. Kalau
tidak, bukan tidak mungkin ayunan langkah tak seirama lagi, kesejajaran tiada
lagi dan berjalan masing masing atau bahkan saling mendahului.
Ayunan langkah yang tak sejalan lagi,
itulah yang dialami oleh Narendra. Dia tiba tiba mendapati dirinya berada di
ujung jalan. Kisah cinta antara dia dan Arini tak semanis dulu. Hari demi hari
suasana semakin hambar. Tak ada rasa rindu, bahkan kalau perlu saling
menghindari satu sama lain. Kalau sudah seperti ini, apa yang harus
dipertahankan lagi.
Semua berawal dari rasa cemburu. Sebuah
rasa yang mewakili cinta. Namun sungguh dia tak pernah menyangka, sesuatu yang
disebabkan oleh cinta akan menyebabkan sebaliknya. Mungkin tak banyak orang
yang memiliki kisah seperti dirinya. Ya, semua diawali dengan kecemburuan Arin
pada satu rekan kerjanya di kantor. Nina memang seorang gadis yang biasa saja,
secara fisik, Arin jauh lebih segalanya daripada Nina.
Nina adalah seorang gadis yang
berpenampilan sederhana. Kecerdasannya pun tidak bisa dibanggakan dengan Arin
yang brillian menurut Narendra. Nina tak pernah menyembunyikan rasa sukanya
pada Narendra, walaupun dia tahu bahwa Narendra bukan seorang single lagi.
Namun sepertinya Nina tidak peduli. Dia memberi perhatian yang lebih pada
Narendra dari hanya sekedar rekan kerja. Perhatian-perhatian kecil yang pasti
akan disukai oleh seorang laki laki.
Narendra sendiri tidak menganggap
perhatian Nina sebagai sesuatu yang luar biasa. Dia tak menyangka hal tersebut
yang akan menjadi sumber dari kehancuran rumah tangganya. Perhatian yang
ditunjukkan Nina tak hanya ketika ditempat kerja saja, tetapi juga sampai di
rumah. Sms-sms yang berisi perhatian seperti pertanyaan sudah makan belum, sudah
sholatkah? Dan berpuluh puluh sms lainnya yang seringkali membuatnya terganggu
karena harus sigap menghapusnya takut dibaca oleh Arin, istrinya.
Kejadian selanjutnya adalah ketika
Narendra ulang tahun yang ke 40 tahun, Nina datang ke rumah Narendra dengan
membawa kado. Sebuah jaket kulit disertai sebuah tulisan yang membuat Arin
bertanya dengan wajah serius, api cemburu sudah memulai menyala.
"Siapa Nina"
"Teman kantor Sayang" jawab
Narendra
"Teman spesialkah dia hingga dia
memberimu jaket kulit dengan tulisan yang penuh perhatian. "Semoga melindungimu
dari panas dan hujan, apakah itu tidak berlebihan"? Nada suara Arin mulai
meninggi.
"Aku juga tidak tahu, Sayang kenapa
dia menulis seperti itu" jawab Narendra mengambil kertas ucapan yang
dipegang Arin.
"Ayah tidak bermain di belakangku
kan?”
"Ah kamu nih ada ada sayang",
kata Narendra sambil memeluk Arin dari belakang. Tetapi Arin perlahan melepas
pelukan Narendra dengan halus. Wajahnya masih menyimpan tanda tanya.
Penghindaran yang sangat dirasakan oleh Narendra karena Arin tidak pernah
bersikap seperti itu padanya sebelumnya. Dalam hati dia juga merasa resah,
untuk apa Nina menuliskan kata-kata seperti itu di kado ulang tahunnya.
Minggu minggu berikurnya berlalu dengan
hambar. Masih dengan sikap sikap yang sama. Selalu menghindar setiap kali
Narendra mendekatinya. Arin tenggelam dalam kesibukan mengurus yayasan
pendidikan yang dikelolanya. Dia mengikuti lomba penelitian sekolah yang
diadakan oleh dinas yang terkait dengan dunianya. Tak sedikit piala yang ia
bawa pulang dan menghias lemari di ruang tamu rumah mereka.
Arin memang sosok perempuan yang cerdas,
cantik dan berprestasi. Banyak piala menghiasi lemari karena kemenangan
kemenangannya dalam berbagai lomba. Arin juga sosok yang memiliki jiwa sosial
yang sangat tinggi. Dia sibuk dengan yayasan yang didirikannya 8 tahun yang
lalu. Ambisinya untuk menunjukkan eksistensi sangat menyibukkan dirinya.
Keinginannya untuk memajukan yayasan pendidikan yang dia dirikan juga
mengharuskannya untuk melakukan lobby-lobby dan pengiriman proposal bantuan
maupun sponsorship untuk yayasannya.
Arin sangat luwes dalam bergaul sehingga
dia mempunyai koneksi banyak sekali. Kemampuannya berbicara dan bernegosiasi
membuatnya mempunyai link yang luar biasa. Kevokalannya dalam berorganisasi
seringkali membuat Narendra merasa kurang percaya diri ketika berhadapan dengan
Arin. Walaupun mereka memiliki latar pendidikan yang sama tetapi entah mengapa,
kadang Narendra merasa kurang sebanding dengan Arin.
Rasa
kurang percaya dirinya tersebut semakin bertambah ketika Arin melanjutkan
studinya ke S2 di perguruan tinggi ternama di Jakarta. Waktu Arin minta izin
untuk melanjutkan pendidikannya, Narendra mengizinkannya tanpa berpikir
panjang, apa akibatnya bagi psikologis dirinya sendiri. Tetapi dia berusaha
menetralisir perasaannya sendiri.
Hari sudah larut ketika Narendra pulang
dari kantor. Ada yang harus dikerjakannya seusai pulang kantor sehingga ia
harus lembur dan pulang larut malam. Dia membuka pintu rumah dengan menggunakan
kunci yang selalu dia bawa, tetapi pintu tidak bisa dibuka karena mungkin ada
kunci tergantung di sisi dalam pintu depan rumahnya. Akhirnya dia
mengetuk-ngetuk pintu dan mengucapkan salam berkali kali.
Setelah beberapa saat, Arin membukakan
pintu, dia membuka pintu dengan menunduk dan masih memakai mukena. Wajahnya
terlihat menghindar dari pandangan Narendra. Narendra merasa ada yang aneh
dengan istrinya dan kemudian bertanya
"Kamu kenapa sayang?” Arin hanya
menggelengkan kepalanya.
"Kamu menangis?”
Sejurus
kemudian, Aris menatap mata Narendra. Di matanya ada kemarahan yang amat sangat.
Dia sudah tidak sanggup lagi menahan apa yang selama ini disimpan di hati.
Dengan mata merah dia berkata,
"Papa mau nikah lagi sama Nina?"
Narendra
terperanjat setengah mati mendengar pertanyaan istrinya.
"Mama jangan becanda ah malam
begini".
"Aku tidak bercanda, Nina tadi sore
datang ke rumah dan menceritakan semuanya".
"Menceritakan apa Sayang"?
Tanya Narendra semakin bingung.
"Bahwa kalian... Bahwa kalian...
"., tangis Arin pecah. Dia tersedu sedu, nafasnya sesak. Narendra semakin
kebingungan, dia berusaha memeluk Arin tetapi segera dikibaskan oleh wanita
itu. Sambil mencengkeramkan tangannya Narendra mendengarkan penjelasan Arin
bahwa Nina datang ke rumah dan mengatakan bahwa Nina akan segera menjadi istri
kedua Narendra, bahwa dia akan bersedia menerima segala konsekuensinya sebagai
istri kedua yang tidak memiliki buku nikah dari catatan sipil, tidak akan
mendominasi waktu dan tidak akan menuntut materi kepada Narendra. Dalam diam
Narendra sibuk mencerna uraian Arin yang menceritakan semuanya dengan berurai
airmata.
Narendra merenung di teras rumahnya
sambil merokok berbatang-batang dan berjam -jam disana. Dia tidak berhasil
menenangkan istrinya yang tengah dibakar api cemburu. Arin kalap dan berlari ke
kamar serta mengunci pintu dari dalam. Narendra geram memikirkan apa maksud
perempuan yang bernama Nina itu. Antara dirinya dan Nina tidak ada hubungan
spesial terkecuali hanya Nina yang memang sengaja menunjukkan bahwa dia
mempunyai perasaan khusus terhadap Narendra. Selama ini Narendra tidak pernah
ambil pusing dengan sikap dan tingkah lalu Nina yang selalu berusaha mencuri
perhatiannya. Termasuk kebiasaan Nina membawa bekal makan siang untuk Narendra
setiap hari.
Perempuan bernama Nina itu berwajah
biasa saja. Tubuhnya kecil dan kurus, bukan idaman lelaki. Bukan tipe wanita
yang disukai Narendra. Nina adalah wanita yang pendiam, penurut dan sangat
menghormatinya. Apalagi sikapnya terhadap Narendra, sangat menghargai. Tipikal
wanita yang penurut dan sangat mengabdi pada suami.
Karakter Nina sangat berbeda dengan
Arin. Keduanya bertolak belakang. Arin cantik cerdas dan pandai berargumentasi,
sedangkan Nina kalem, lembut dan penurut. Tetapi justeru hal tersebut yang tak
bisa habia dimengerti oleh Narendra. Bagaimana mungkin Nina bisa mengarang
cerita begitu dahsyatnya kepada Arin? Bohong pula. Tak sadar Narendra memupus
puntung rokoknya dan menekan nekan ujungnya ke asbak sehingga hancur. Dia
marah.
Ketika esok hari tiba, Narendra segera
melesat ke sekolah untuk meminta klarifikasi kepada Nina. Apa maksudnya harus
mengarang cerita bohong ke Arin. Apakah dia hanya bercanda atau sedang
mengerjai dirinya, atau apa? Berpuluh kemungkinan telah Narendra pikirkan,
tetapi dia akan mencari kepastiannya sekarang.
Setelah menyeret Nina menuju tempat yang
agak sepi untuk diajaknya bicara, Narendra segera menumpahkan kegeraman dan
kemarahannya pada Nina. Sambil gemetar dia mencengkeram lengan Nina dan berkata
"Apa maksudmu Nina?”
"Aapaa maksudmu?” jawab Nina karena sambil meringis kesakitan.
"Tak usah banyak mungkir, mengapa
kau tega menyampaikan hal hal buruk pada istriku? Narendra akhirnya melepaskan
cengkeraman tangannya karena kasihan melihat ekspresi wajah Nina.
"Katakan Nin, apa kau senang jika
rumah tanggaku hancur hanya karena fitnahmu yang keji tentang hubungan kita?
Apakah kau tega melihat anak-anakku mengalami trauma atas perceraian orangtuanya?
Apakah kau tidak berfikir dulu mengenai hal hal yang kamu katakan pada istriku?
Jawab pertanyaanku!”, amarah nya mulai memuncak.
Sementara itu Nina tertunduk lesu.
Wajahnya menyimpan mendung bergayut siap menumpahkan butir-butir air mata.
Sambil menyeka embun di pelupuk matanya dia mengumpulkan keberaniannya untuk
menghadapi amarah lelaki itu. Lelaki yang sangat dicintainya. Dengan tersendat
dia berkata, "Karena aku ingin menikah denganmu Narendra"
Bagaikan
disambar petir Narendra shock mendengar jawaban Nina.
“Apa kau sudah gila”?
“Aku bukan gila, aku hanya mencinta”.
“Tapi aku tak mencintaimu”.
“Tapi aku mencintaimu”.
Narendra semakin marah dengan jawaban
Nina. Dia berbalik dan meninggalkan Nina sendirian. Dia berjalan cepat sambil
terus mengepalkan tangannya. Kalau Nina bukan perempuan mungkin sudah dihajrnya
habis habisan.
"Endraaa...."
teriakan Nina terus membuntutinya di belakang sampai ke ruang guru. Begitu
Narendra berhasil mengambil tas dan jacketnya dan siap melangkah keluar dari
ruang kantor.
"Bapak
harus menikahi saya" Ucap perempuan itu tegas dan pasti.
Langkah
Narendra terhenti. Suara Nina jelas dan keras. Mata Narendra menyapu seluruh
ruang guru. Semua mata tertuju kepadanya, seperti adegan film. Semua terkejut,
tercengang dan tak bergerak menunggu kejadian selanjutnya. Semakin kacau
pikirannya, Narendra tetap melangkah keluar dan menuju mobilnya. Dia melesat
pergi dari
Dia
pergi untuk melarikan diri dari kekalutannya. Entah kemana dia menuju.
Berminggu minggu setelahnya Narendra
harus mengalami kenyataan pahit di dalam rumahtangganya. Istrinya terus menghindar dan tak mau
memaafkannya. Istrinya masih mau menyiapkan makanan dan bajunya tetapi untuk
urusan kebutuhan biologis, dia tak pernah mendapatkannya. Sudah tiga bulan dia
merasa putus asa dalam memberi pengertian isterinya tentang Nina, bahkan
Narendra sudah meminta maaf walaupun dia merasa tidak bersalah. Tetapi Narendra
benar benar tak sanggup meluluhkan hati istrinya. Perempuan yang terluka bisa
menjelma menjadi harimau betina yang lapar, ganas dan siap memangsa siapa saja.
Bagaikan rumput kering Narendra melewati
hari harinya tanpa perhatian dari Arin. Sementara Nina masih tetap saja
memberikan perhatiannya dengan makan siang yang dibawanya dari rumah. Konsisten
dan tetap memperjuangkan cintanya. Setiap jam amakn siang, selalu ada bekal
untuk Narendra. Pada awalnya Narendra biasa saja dan menerima makanan itu
sebagai bentuk penghargaan atas pemberian orang lain. Tetapi semakin lama, dalam
kekosongan hatinya, ia seperti memperoleh pelarian. Kekalutannya tak mampu
mempertahankan logika. Justeru Narendra merasa dibutuhkan dan dihargai oleh
seorang perempuan. Lelaki mana yang tahan menerima perlakuan lembut dari
seorang wanita, pengabdian dan bakti tulus.
Seperti siang itu, dia memperhatikan
Nina yang sedang menyiapkan perbekalan makan siangnya untuk Narendra. Perempuan
itu tak banyak bicara, dia menyampaikan sikap dan isi hatinya dengan perbuatan
dan perhatian. Ada rasa bangga yang muncul di hati Narendra diperlakukan
demikian oleh seorang perempuan.
Dia
dikejutkan oleh teguran Nina,
"Kok melamun?"
"Eh .. Eng Engga" Narendra
tergagap
"Nih, makanannya"
Narendra menerima sepiring nasi yang
disiapkan oleh Nina.
"Nanti kuantar pulang ya?"
"Iya..." mata Nina berbinar.
Ada bahagia disana. Dia memakan makan siangnya dengan cepat tapi tak banyak
kata. Hal itu merupakan perhatian Narendra yang diberikan padanya untuk pertama
kali.
Sepulang sekolah Narendra mengantar Nina
pulang. Sepanjang perjalanan Nina tampak ceria menceritakan segala sesuatu yang
terkait dengan kehidupannya. Termasuk keinginannya untuk segera menikah. Tak
sungkan Nina menyatakan akan siap mengabdi untuk menjadi istri kedua Narendra.
Bahwa dia siap dinomorduakan segalanya, waktu, materi, dan cinta. Nina siap
menerima perlakuan Narendra tanpa syarat. "Itulah cinta", ucapnya
mengakhiri angan dan harapannya.
Sementara Narendra sibuk mencerna jalan
pikiran perempuan yang duduk di sebelahnya. Walau ia tak habis pikir akhirnya
menyelami hati Arin yang sama sekali tak mampu menerima hati yang mendua,
sebaliknya Nina, perempuan yang benar benar menerima polygami tanpa
syarat. hanya karena cinta. Sore itu,
diberanda rumah Nina yang sepi, sebuah hati yang merindu menemu harapan palsu. Sebuah
pelarian dari seorang lelaki yang tak sanggup menahan beban dan penolakan dari
istrinya sendiri. "Maafkan aku Arin".
Hari berlalu, kerinduan Narendra
terhadap Arin terobati oleh kehadiran Nina. Logika sudah ditinggalkannya dengan
kebahagiaan melanggar dosa. Setan berjingkrak dan bertepuk tangan menyaksikan
tiga insan terbelenggu rasa. Arin dengan rasa marah dan cemburu, Nina dengan
cinta yang membutakan, dan Narendra yang menjadi korban keadaan, pun kebutuhan.
Cinta sungguh bisa dijadikan oleh setan menjadi pesona yang luar biasa untuk
merayu manusia. Cinta dia bisikkan sebagai alibi atas keruhnya perselingkuhan
antara lelaki dan perempuan yang bukan pasangan halalnya.
Arin semakin terpuruk secara batin
tetapi semakin cemerlang dalam karir. Dia berhasil membawa resahnya menjadi hal
yang positif. Energinya fokus pada keinginan untuk memajukan yayasan dan
prestasinya. Arin makin bersinar tapi alangkah ironisnya, cahayanya semakin
menyilaukan Narendra. Hal yang semakin menjadi pembenaran untuk Narendra atas
pilihannya untuk menduakan Arin. Nina adalah perempuan yang sanggup membuatnya
merasa berharga. Pengabdian tulusnya, tak banyak menuntut dan mencirikan
kelemahan yang membuat lelaki merasa menjadi hero dan merasa dibutuhkan.
Jangan salahkan siapa-siapa ketika
keadaan semakin salah dan tidak pada tempatnya. Narendra asyik dengan
kebanggaanya sebagai lelaki, Nina dibutakan oleh cinta sehingga tak peduli yang
yang tersakiti olehnya dan Arin yang terpuruk merasa gagal mempertahankan
suaminya. Siapa yang menyangka bahwa kelebihan seorang perempuan bisa
menjadikan seorang lelaki memilih perempuan lain yang biasa, diam dan penurut?
(Bersambung)
2 comments:
Cerita yang luar Biasa Bu endang
Makasih bu desi...
Post a Comment