ATAS NAMA PENDIDIKAN
ANAKKU TERDEPAK DARI YAYASAN PENDIDIKAN QURANI
Membaca Laskar Pelanginya Andrea Hirata mengingatkan rasa sakit hatiku pada sebuah sekolah yang mengaku beryayasan Islam yang ada di daerahku. Pengabdian seorang guru yang digambarkan dengan begitu mulia oleh Andrea tak satupun menjadi indikator cerminan sebuah pendidikan TK yang dengan kejam mendepak anak anak kembarku dari sekolahnya dengan alasan demi pendidikan. Alasan yang muncul dari sang kepala sekolah hanya pemanis bibir yang tak bermutu dan semakin menambah buruk citranya di depan seorang wali murid seperti aku.
Betapa terkejutnya aku dan suamiku ketika mendengar keputusan “sekolah” yang disampaikan oleh Ibu kepala sekolah berjilbab itu. Kembar kami terlalu banyak aktivitas fisik sehingga berpengaruh buruk terhadap anak anak lain. Guru tidak bisa mengontrol yang lain apabila kembar terus berada di kelas mereka. Maka di akhir tahun pelajaran pertama, yang seharusnya anakku meningkat statusnya menjadi kelas B, dengan tak berperipendidikan mereka berharap dengan halus, kami memindahkan mereka ke TK yang lain. Anakku dianggap monster atau virus mematikan yang akan menjalari siswa lain yang ada di kelasnya. Ibarat seorang berpenyakit aids dan kusta yang harus diisolasi dari komunitas belajar yang bernama Taman Kanak-Kanak.
Atas nama pendidikan yang bagaimana, apabila kelincahan dan kecerdasan dianggap sesuatu yang tak tertahankan untuk dihadapi oleh seorang guru. Keangkuhan dan kemalasan yang tak mau menghadapi tantangan profesi. Solusi yang mereka ambil adalah solusi pengecut yang yang lari dari masalah, bukannya memecahkan masalah.
Menyakitkan memang, tapi buat apa aku berdebat dengan orang yang terlalu sok pintar, menganggap diri pakar dalam menghadapi anak kecil, tapi dengan alasan tega men DO kedua anak kembarku. Ya. Apalagi namanya kalau bukan itu. Kata-katanya masih terngiang-ngiang di telingaku “ anak-anak saya dari kecil sudah saya ajarin menjadi anak-anak yang nurut sehingga mereka tidak menjadi liar dan salah asuh, Mereka bisa menyesuaikan dengan aturan main yang saya buat di keluarga saya, Tak pernah ada keributan yang berarti di rumah karena mereka saya didik dengan baik”.
Kalimat-kalimatnya tersebut jelas ingin mencitrakan bahwa dia adalah seorang ibu dan pendidik yang berhasil membuat anak-anaknya patuh terhadap semua perintahnya. Dan jelas ingin menyampaikan pesan tersembunyi untukku kalau aku tak sanggup mengatur anak-anakku. Aku berpikir apakah sebagai seorang guru dia tidak mempelajari psikologi pendidikan dan Ilmu perkembangan peserta didik.
Setiap individu adalah pribadi unik yang diciptakan oleh Allah secara khas dan special dan berbeda dengan orang lain, bahkan kembar identik sekalipun. Bukan salah anakku kalau mereka tiap hari membongkar-bongkar meja kerja sang guru, menaiki rak buku untuk mengambil buku yang berposisi di rak yang paling atas, menumpahkan air minum di gallon, berlari-lari ke sana kemari, Bukan salah mereka kalau energi mereka meletup-letup penuh vitalitas tanpa rasa capek. Tak ada satu bendapun yang luput dari perhatiannya. Semua ingin disentuh, semua ingin diamati, apa ini, apa itu, sebuah kewajaran yang dimiliki oleh anak usia 4 tahun.
Aku memandangi kedua jagoan kembarku yang sedang bermain rumah-rumahan dengan menggunakan karpet plastic kau yang jika digulung akan bisa berdiri tegak dengan menyisakan lubang ditengahnya sehingga keduanya masuk sambil tertawa-tawa. Berdesakan di dalamnya sambil tertawa-tawa tetapi juga diselingi dengan saling dorong karena merasa kurang leluasa bergerak. Begitu mudahnya mereka berkelahi lalu kemudian berbaikan. Keduanya bertukar setiap detik tanpa peduli dengan pandanganku yang terpana dengan tingkah laku anak-anakku itu.
Setiap hari aku menghadapi mereka, merayu mereka, membentak meraka dan sesekali memukul mereka karena kesalahan-kesalahan yang aku rasa tidak bisa ditolerir lagi. Tapi tentu saja pukulan keras yang aku ikuti dengan linangan airmata yang tak terbendung karena menyesal telah menyakiti buah hatiku itu. Setiap hari mereka mengaduk aduk perasaanku, bertukar antara marah yang tiada tara dengan haru yang luar biasa.
Anakku termasuk luar biasa menurut penilaianku. Luar biasa dalam arti tidak seperti lazimnya anak-anak kecil lain yang malu-malu apabila berkunjung ke tempat yang baru. Bersembunyi di belakang orangtuanya apabila bertemu atau kenalan dengan orang baru. Hal seperti itu tak pernah terjadi pada kedua anakku. Mereka terlalu berani dan tak pernah memiliki rasa takut pada siapapun.
Anakku adalah kurawa-kurawa kecil yang membutuhkan kesabaran yang tanpa batas ketika harus menghadapinya. Istilah kurawa dipakai oleh ayahnya karena tingkah mereka yang cenderung membuat masalah atau berantakan. Aktivitas fisik yang tak pernah mengenal lelah. Selalu bergerak , ingin menyentuh segala sesuatu yang aneh baru atau yang menurut mereka perlu untuk dikorek dan diacak-acak. Tak ada satu bendapun di rumahku yang lepas dari tangan usil mereka berdua. Sofa yang belum terlalu lama kubeli sudah terlihat seperti bertahun-tahun karena sobek di sana sini karena ditusuk pake obeng maupun garpu. Kusen pintu dan jendela mereka pukul-pukul memakai batu atau pisau yang kebetulan mereka dapatkan karena kelengahanku atau kelengahan pembantuku dalam mengawasi mereka, Kaca lemari TV lepas dari engselnya, Kaca pelapis meja tamu pecah kerana mereka angkat berdua dan jatuh berserakan di lantai.
Semua aku hadapi setiap hari, kadang lelah dan menitikkan airmata karena kenakalan kecil yang dilakukan mereka berdua. Kadang tertawa geli mendengar pertanyaan-pertanyaan mereka yang menggelitik. Rasa syukur pada Tuhan akan kepercayaan yang begitu besar telah mempercayakan padaku untuk memelihara dua makhluk kecil yang lincahnya luar biasa. Rasa lelah yang penuh aduan kadang meluncur dalam genangan airmata doa memohon kesabaran dalam menghadapi semua kenakalan yang ada pada anakku.
Walaupun TK mu mendepakmu, anak-anakku, tapi yakinlah kalian masih punya mama. Yang tak akan pernah meninggalkan kalian dalam kondisi apapun. Kalian yang membuat mata mama bersinar dan becahaya walau kadang dalam genangan air mata.
No comments:
Post a Comment