Friday, May 1, 2020

Aku Memaafkannya

Aku Memaafkannya
By endset

Seumur hidup aku tak pernah menyangka kalau aku bisa merasa sakit hati separah ini. Biasanya aku adalah seorang yang mudah memaafkan dan mudah melupakan keburukan yang diperbuat oleh orang lain terhadapku. Aku selalu meminjam konsep Stephen.J. Covey yang mengatakan bahwa tak akan ada orang lain yang bisa membuatmu terluka kecuali hatimu mengizinkannya. Itu berarti bila hati dan respon kita terhadap ketidakbaikan yang ditimpakan pada kita biasa saja, maka tak akan memiliki dampak yang berarti. Jika kita tak menganggap sesuatu itu menyakitkan, maka luka itu tak akan terlalu dalam atau bahkan tak pernah ada. Tetapi untuk kali ini, luka yang ditorehkannya terlalu dalam. Entahlah. Mungkin itu hanya sebuah pertanda bahwa aku bukan malaikat atau bukan nabi,  yang jauh dari kata sempurna. Yang bisa sakit bila dihunjam belati.

Bertahun-tahun aku memendam sakit dan marah yang tak terkira. Diam-diam luka ini menyakitiku dan menyisakan dendam. Bermukim di sudut hati yang paling dalam. Otakku menolak untuk melupakan apa yang telah dia perbuat padaku setelah selama ini berhubungan dengannya. Dia meninggalkanku dalam keadaan berbadan dua. Dalam dendam aku membesarkan anakku yang merupakan darah dagingnya. Berharap suatu saat bisa melihatnya terpuruk dan berada di posisi yang sama buruknya seperti saat dia meninggalkan aku.

Namun waktu mengubah segalanya..Semakin besar wajah anakku semakin mirip dengannya. Ayah biologis yang lari dari tanggung jawabnya. Aku semakin terluka setiap hari melihat anakku. Wajah mereka hampir sama bagaikan pinang dibelah dua. Setiap malam aku meminta padaNya untuk mengubah kemarahan ini menjadi perasaan yang lebih nyaman. Aku tidak tahan menyimpan rasa ini. Aku takut tidak bisa membesarkan anakku dengan penuh kasih sayang hanya karena wajahnya mirip dengan ayahnya. Tuhan, apa yang harus kulakukan? Mungkin memaafkannya akan menghapus luka ini. Ya, aku akan melupakan yang hitam dan hanya mengingat yang putih. Aku hanya perlu mengingat yang manis, tak perlu mengingat yang pahit. Ya, dengan ini dia kumaafkan.

No comments: