Friday, March 20, 2009
GENERASI GAMANG
Aduh, rasanya sedikit kalut juga dengan permasalahan siswa di sekolahku. Seorang rekan guru, selalu melibatkan aku dalam memproses kasus dan kenakalan siswa. Jadi sedikit banyak aku mengetahui kasus apa saja yang terjadi pada remaja remaja pinggiran Jakarta ini di sekolahku. Dan akhir-akhir ini, kasus yang ada selalu berkaitan dengan siswa putri. Permasalahan dan kasus yang terjadi benar-benar membuatku tercengang-cengang tak habis mengerti. Remaja sekarang sungguh sudah berbeda dengan masa remajaku dulu. Arus informasi dan teknologi benar benar merusak dan menjadikan mereka sosok yang serba tahu hal ha yang dulu dianggap tabu. Internet bak dewa penolong yang maha tahu. Malu bertanya maslah seks pada guru atau ortu, mereka punya internet yang akan menjawab dengan lebih jelas dan tanpa batas. Walhasil,,,Kenakalan semakin meningkat, penyalahgnaan narkoba, minuman beralkohol, pergaulan bebas,dan pelacuran tngkat rendah yang booming di kalangan siswa. Tak hanya satu dua yang menyatakan bahwa dirinya sudah tidak perawan lagi. Semuanya diakui tanpa rasa bersalah dan tanpa ada nampak penyesalan terhadap perbuatan yang sudah dilakukannya. Prostitusi dini yang rela dilakukan hanya demi selembar dua lembar limapuluhan ribu, Astagfirullah.
Kalau direnungkan, aku sedikit bingung dalam menilai mereka. Apakah mereka terlalu bodoh sehingga larut saja dalam arus jaman, atau mereka justeru terlalu pintar sehingga banyak melakukan hal hal yang sebetulnya merugikan mereka sendiri. Bahkan merokok bukan suatu hal yang mengagetkan lagi. Di lingkungan sekolah di larang merokok, tetapi begitu sudah keluar dari lingkungan sekolah, di jalan, di mal, di keramaian, mereka yang berseragam santai mengepulkan asap rokoknya tanpa dosa.
Seorang siswa, gadis, sebut saja namanya Fara, latar belakang orangtua yang tidak mampu ternyata bisa membuat seorang gadis menjadi pribadi yang terlalu cuek dengan lingkungan, cenderung berbuat semaunya, kurang bisa menerima kenyataan. Tak peduli berapa banyak sanksi yang telah dialami. Semua pendekatan psikologi sudah ditempuh, shock terapi dengan skorsing 2 minggu justeru membuat dia merasa bebas, terakhir dia kedapatan sedang minum-minuman keras di belakang sekolah. Astaghfirulah..
Kami benar-benar kebingungan dalam mengambil keputusan. Prosedur resmi sudah cukup untuk mengembalikan anak tersebut ke orangtuanya, Tetapi.. Ujian Nasional kurang 2 bulan lagi. Itu berarti bahwa kelulusan sudah di ambang mata. apakah tidak terlalu kejam apabila kami mendropoutnya? Sementara kesalahannya sudah tidak bisa ditolerir lagi. Kalau kami mempertahankan dia, demi hati nurani, lalu apa anggapan siswa lain yang mengetahui adanya kasus tersebut. Bukankah hal itu akan membuat mereka beranggapan bahwa sekolah lemah, dan beranggapan bahwa kesalahan fatal seburuk apapun toh akan dimaafkan oleh sekolah sehingga mereka tidak aware lagi dan tidak sungkan untuk melakukan kesalahan yang sama.
Fara, kelihatannya raut wajahnya tak merasa apa-apa ketika kami membina, menasihati, sampai memarahinya. Seolah dia tak punya hati. Menatap dengan kosong, mendengar sambil lalu ocehan para guru. Pernahkah anda bayangkan betapa sakit rasanya ketika anda sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mengambil hati, menyentuh hati serta membina anak didik anda? Tetapi yang anda dapat hanya tatapan mata tak ada arti.Yangada anda hanya membuang buang energi. Dan lebih sedih lagi, anak anak sejenis Fara bukan hanya satu, semuanya punya latar belakang yang berbeda-beda. Ada yang punya latar belakang broken home, single parent, terlalu dimanja, dan terlalu bergelimang harta.
Lalu kami sekolah, sebagai lambaga yang bertugas mendidik dan mempersiapkan mereka unuk bisa melaksanakan tugas perkembangannya? Kelimpungan mencari solusi. Apa yang salah dengan program-program kami? Apakah kami sudah memerlukan psikolog untuk mengatasi anak anak di sekolah yang di kampung ini? Apakah sekolah sudah saatnya mempunyai klinik khusus yang menangani hal-hal yang di luar batas kemampuan kami. Renungan demi renungan berlalu dalam diam. Solusi apa yang bisa kami buat untuk membantu mereka mengatasi pubertasnya yang terasa terlalu berat. Apa yang bisa kami lakukan untuk membantu jiwa-jiwa haus mereka yang rindu mencari jati diri.....
Generasi muda, akan jadi apa Indonesia?
Kalau para pemudanya gamang menatap diri...
Masa depan jauh dari nurani....
No comments:
Post a Comment